Tolak Gugatan Uji Materi, Ini 6 Opsi Pemilu Serentak Versi MK

Jakarta – Meski menolak permohonan uji materi pemilu serentak, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut ada enam jenis gelaran pemilu serentak versi lain tetap konstitusional, salah satu opsinya adalah penggabungan Pilkada dan Pemilu Legislatif untuk DPRD.

“Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak,” kata hakim konstitusi Saldi Isra, saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Rabu (26/2).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, MK tetap menganggap setidaknya ada enam variasi pemilu serentak yang tetap sah sepanjang sejalan dengan penguatan sistem presidensial. Yang membedakannya adalah kombinasi pesertanya.

Pertama, sebagaimana yang selama ini berjalan, yakni pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden-wakil presiden.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, gubernur, dan bupati/wali kota.

Opsi selanjutnya, pemilu anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, anggota DPRD, gubernur dan bupati/wali kota.

Keempat, pemilu yang memberi jeda antara pemilu serentak nasional dan daerah. Bentuknya, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden.

Selang beberapa waktu kemudian dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.

Kelima, pemilu serentak dengan memisahkan antara pemilu nasional, pemilu tingkat provinsi, dan pemilu tingkat kabupaten/kota.

“Dapat dipilih juga pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden-wakil presiden, selang beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi dan memilih gubernur,” kata MK dalam putusannya.

“Dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati dan wali kota,” lanjut Mahkamah.

Keenam, MK juga membolehkan pemilu serentak jenis lain sepanjang pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wapres digelar bersamaan.

“Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD dan presiden-wakil presiden diperbolehkan,” ucap MK.

Diketahui, uji materi ini dimohonkan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Mereka mempermasalahkan frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” dalam Pasal 167 ayat (3) dan 347 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, pemohon juga menguji materi Pasal 3 ayat (1), Pasal 201 ayat (7), dan pasal 201 ayat (9) UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (Pilkada).

Salah satu pertimbangan Perludem adalah pemilu lima kotak suara yang selama ini dilakukan tak memperkuat sistem presidensial sebagaimana yang dimaksud perundangan.

Diketahui, pelaksanaan pemilu serentak dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang kuat yang didukung parlemen karena memiliki pemenang dari kubu yang sama akibat efek ekor jas atau coat-tail effect.

Sementara, kata Perludem, kepala daerah, sebagai perpanjangan dari pemerintah pusat, menghadapi situasi berbeda karena dipilih tak serentak dengan DPRD. Ini mengakibatkan kepala daerah terpilih kerap kali berasal dari partai yang bukan pemenang pileg di daerah itu.

Efeknya, kata Pemohon, politik transaksional, pemerintahan daerah tak efektif, dan lemahnya dukungan kepada kepala daerah hasil Pilkada. Selain itu, tujuan dari keserentakan dalam pemilu pun tak tercapai di daerah.

“Pemilu lima kotak akan berakibat pula kepada lemahnya posisi presiden untuk menyelaraskan agenda pemerintahan serta agenda pembangunan, karena pemilihan kepala daerah dengan DPRD tidak diserentakkan,” demikian salah satu argumentasi Pemohon.

Selain itu, Perludem menyebut pemilu lima kotak membuat kerumitan pemilih yang membuat kesulitan dalam memilih secara rasional, dan meningkatkan jumlah suara tidak sah.

Sebelumnya, sejumlah kepala daerah dan anggota DPRD terjerat kasus suap ‘uang ketok palu’ yang biasanya dilakukan untuk memuluskan anggaran daerah. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait