Dihina Zikria Dzatil, Risma Ngaku Bingung Dirinya Disebut Kodok

Surabaya – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bingung disebut kodok oleh Zikria Dzatil penghinanya. Risma mengaku heran salah apa dirinya sehingga mendapat sebutan kodok.

“Sebetulnya kemarin alasan saya kenapa saya melaporkan. Pertama terus terang itu pribadi saya, karena kalau saya kodok, berarti ibu orang tua saya kodok. Saya tidak ingin orang tua saya direndahkan,” ujar Risma saat konferensi pers di rumah dinasnya Jalan Sedap Malam, Surabaya, Rabu (5/2/2020).

Bacaan Lainnya

Risma kemudian mempertanyakan balik, bagaimana perasaannya kalau anak cucunya juga disebut kodok? Risma menambahkan ada akun lain yang juga mengikuti menyebutnya kodok.

“Kalau seandainya anak kita cucu kita disebut kodok itu bagaimana?,” tanya Risma.

“Kedua karena juga ada desakan warga Surabaya yang meminta saya melaporkan. Akhirnya saya melaporkan. Pribadi sebetulnya, dan saya diperiksa pribadi. Jadi bukan atas nama siapapun, saya tanda tangan pribadi,” tukas Risma.

Dalam kesempatan itu, Risma mengaku bahwa selama ini dirinya tidak punya media sosial. Ia juga tidak pernah menyuruh orang membelanya atau membaik-baikkannya. Sebab waktunya sudah banyak tersita mengurus Surabaya.

“Saya ingin menyampaikan, sebetulnya saya ini tidak punya medsos, saya tidak pernah menyuruh siapapun untuk membela saya, mengaitkan saya dengan siapapun tidak pernah. Waktu saya habis untuk ngurusi Surabaya,” pungkas Risma.

Risma Diadukan ke Ombudsman Jatim

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Kapolrestabes Surabaya diadukan ke Ombudsman Jawa Timur pada Selasa (4/2). Keduanya dilaporkan dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang lantaran telah memidanakan penghinanya, Zikria atau ZKR.

“Iya benar (menerima aduan), saat ini kami lakukan verifikasi,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim, Agus Widiyarta saat dikonfirmasi Rabu (5/2).

Namun Agus enggan membeberkan siapa pihak yang mengadukan tersebut. Ombudsman beralasan berkewajiban melindungi masyarakat yang melakukan pengaduan.

Dalam surat tersebut, pengadu mengatakan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU – XIII/2015 tentang Judisial Review Pasal 319 berisi penghinaan pada pejabat negara telah dihapus.

Maka, kata dia, Kedudukan pejabat negara setara dengan masyarakat di mana pasal tentang penghinaan pejabat negara adalah delik aduan. Sehingga, pejabat itu harus melapor sendiri atau bersama kuasa hukumnya dengan biaya sendiri.

Dalam surat tersebut, bagi pengadu, Risma dianggap menyalahgunakan wewenang atas pelaporan hinaan akun Facebook Zakria Dzatil. Sebab hal itu, tak dilakukan Risma secara pribadi, melainkan Kabag Hukum Pemkot Surabaya, Ira Tursilowati, dan Pemkot Surabaya melalui instansinya.

“Berkaitan dengan pelaporan saudari Tri Rismaharini terkait penghinaan yang dirasakannya ternyata berdasarkan berita-berita yang beredar dikuasakan kepada Kabag Hukum Pemkot Surabaya saudari Ira Tursilowati, hal tersebut jelas melanggar aturan sebagai pejabat negara yang menyalahgunakan wewenang berdasarkan UU nomor 30 tahun 2004 pasal 10 dan 17 tentang administrasi pemerintahan,” isi surat tersebut.

“Dengan kata lain saudara Tri Rismaharini selaku Wali Kota telah melakukan penyalahgunaan wewenang jabatannya menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.

Lebih lanjut, pengadu juga menyebut Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho telah menyalahgunakan wewenang dan pelanggaran. Alasannya, penangkapan Zikria dilakukan tanpa landasan hukum.

Berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang tersebut, maka proses hukum pelaporan kasus penghinaan terhadap Risma ini dinilai cacat hukum. Pengadu pun meminta Ombudsman segera menindaklanjuti pelanggaran kedua pejabat negara tersebut.

“Untuk itu, Ombudsman harus menindaklanjuti pelanggaran wewenang kedua pejabat negara tersebut, yakni Kapolrestabes Surabaya dan Wali Kota Surabaya,” jelas surat yang mengatasnamakan warga Kota Surabaya tersebut. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait