Anggaran Disorot, Apa Kerja TGUPP Anies Baswedan?

Jakarta – Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta dianggap memiliki banyak kejanggalan. Sejumlah komponen pengadaan jadi sorotan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, dari jalur sepeda, penjepit kertas, pulpen, hingga lem Aibon yang dianggap kemahalan.

Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana menyoroti rencana anggaran di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun 2020. Dia menemukan Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat menganggarkan lem Aibon untuk kegiatan Biaya Operasional Pendidikan Sekolah Dasar Negeri. Total anggarannya senilai Rp 82,8 miliar.

Bacaan Lainnya

Dimintai konfirmasi terpisah, Dinas Pendidikan DKI Jakarta merasa tidak menganggarkan pembelian lem Aibon. Sekretaris Dinas Pendidikan Susi Nurhati mengatakan kemungkinan terjadi kesalahan ketik. Namun selang beberapa hari kemudian, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyebut rencana anggaran Rp 82 miliar untuk lem bukan salah ketik.

Anggaran itu merupakan anggaran sementara untuk kemudian diubah setelah mendapat rencana anggaran dari pihak sekolah. Selain soal lem anggaran, yang jadi sorotan adalah anggaran ballpoint sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur serta pengadaan 7.313 unit komputer dengan harga Rp 121 miliar di Dinas Pendidikan.

Namun lagi-lagi Dinas Pendidikan DKI Jakarta berkilah bahwa anggaran yang disusun tersebut masih bersifat sementara. “Anggaran itu juga disusun Suku Dinas dan itu adalah sementara. Nanti semuanya akan kita sesuaikan dengan hasil dari masing-masing sekolah yang tentu untuk proses penyesuaian,” begitu alibi Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Syaefuloh Hidayat, kepada wartawan di gedung DPRD DKI Jakarta.

Munculnya anggaran aneh di KUA-PPAS 2020, menurut Koordinator Center Of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafy, merupakan kelalaian birokrasi di Pemprov DKI. Aparat sipil negara (ASN) di Pemprov dinilainya malas bekerja sehingga banyak muncul anggaran yang terkesan dibuat asal-asalan.

“Ini adalah kesalahan pihak birokrat yang menyusun anggaran. Misalnya Dinas Pendidikan yang mendapat alokasi anggaran 20 persen dari APBD. Karena malas, mereka hanya melakukan copy-paste dari mata anggaran tahun lalu. Tidak membuat program prioritas untuk dinas tersebut,” ujar Uchok.

Sekalipun pada ASN itu membuat program baru, lanjut Uchok, mereka malah terkesan asal-asalan dalam memasukkan mata anggaran. Dikatakan Uchok, sebenarnya masalah kejanggalan mata anggaran tersebut bisa diatasi jika Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) benar-benar menjalankan fungsinya.

Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2019 tentang TGUPP, TGUPP diberi tugas membantu gubernur dalam hal melaksanakan pemantauan proses perencanaan dan penganggaran oleh perangkat daerah. Dalam rangka tugas tersebut, TGUPP punya wewenang meminta informasi dan data dari perangkat daerah.

Menurut Uchok, lewat tim yang dibentuk Gubernur Anies Baswedan itu, anggaran-anggaran tersebut seharusnya disisir terlebih dahulu sebelum dikirim ke DPRD.

“Jadi TGUPP ini tidak bekerja. Harusnya mereka yang bertugas menyisir anggaran. Apalagi Pak Anies kan tidak begitu paham soal budgeting,” ucap Uchok.

Uchok kemudian membandingkan proses penganggaran yang dilakukan saat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat gubernur. Kata dia, saat Ahok menjabat, semua kepala dinas wajib mempresentasikan sejumlah kebutuhan anggaran masing-masing dinas di hadapan Ahok. Dengan cara tersebut, anggaran siluman tidak muncul di mata anggaran.

Sayangnya, sampai berita ini diturunkan, TGUPP belum memberikan tanggapan. Bambang Widjojanto, Ketua Bidang Pencegahan Korupsi dan Percepatan Pembangunan TGUPP yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat dicoba dihubungi tidak merespons permintaan wawancara. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait