Kejagung Setujui RJ Dua Tersangka Oharda dari Kejati Kepri

TANJUNGPINANG – Jaksa Agung Muda tindak pidana umum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang diwakili oleh Direktur tindak pidana orang dan harta benda (OHARDA), Nanang Ibrahim Soleh, SH., MH., melalui sarana virtual dengan mengajukan dua (2) perkara pidana yang dimohonkan untuk diterapkan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice (RJ).

Pengajuan ini oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Dr.Rudi Margono, SH., M.Hum.,didampingi Wakajati Kepri Rini Hartatie, SH., MH., Aspidum Bayu Pramesti, SH., MH., Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara Kejati Kepri, bersama-sama dengan Kajari Tanjungpinang Lanna Wanike Pasaribu, S.H., M.H., Kasi Pidum Kejari Tanjungpinang, Kajari Lingga Rizal Edison, S.H., dan Kasi Pidum Kejari Lingga. Setelah melaksanakan expose terhadap perkara pidana dihadapan jajaran.

Bacaan Lainnya

Adapun dua tersangka yang mendapat RJ tersebut yakni dari : Kejaksaan Negeri Tanjungpinang terhadap 1 perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) atas nama tersangka Muhammad Sandi Irwansyah bin Suidi dalam perkara penggelapan dalam jabatan jo perbuatan perlanjut melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Kejaksaan Negeri Lingga terhadap satu perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atas nama tersangka M. Ali bin Ismail (alm) dalam perkara penghapusan kekerasan dalam rumah tangga melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Adapun l alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat karena adanya proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Selain itu, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun,
tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan,
pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Menurut ketentuan peraturan per Undang- undangan dengan segera kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang dan kepala Kejaksaan Negeri Lingga untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Sementara, Kajati Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Rudi Margono mengatakan bahwa, melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Hal ini dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana. Tegas Kajati Kepri,Rudi Margono. (Ril).

Pos terkait