DSI Gelar Pengambilan Sumpah Mediator di Batam, Ini Tanggapan Pengacara Senior Kepri

Pengacara Senior Provinsi Kepri, Bali Dalo SH
Pengacara Senior Provinsi Kepri, Bali Dalo SH

Detak News, BATAM – Dewan Sengketa Indonesia (DSI) menggelar penandatanganan pakta integritas, pengambilan sumpah/janji dan pelantikan profesi mediator bersertifikasi terhadap 117 orang, bertempat di Aula Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Senin (29/5/23) lalu.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Fakultas Hukum Unrika Batam, mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Bali Dalo SH selaku pengacara senior di Provinsi Kepri.

Bacaan Lainnya

Ditemui media ini, Bali Dalo menilai pengambilan sumpah mediator mempunyai tujuan yang baik, hanya saja menurutnya dalam pelaksanaan sumpah ditemukan sejumlah kejanggalan. Sehingga menurutnya perlu menjadi perhatian para pihak, utamanya para pihak yang disebutkan namanya dalam Berita Acara (BA) pengambilan sumpah dan juga para mediator yang diambil sumpahnya.

“Sesama orang hukum, saya perlu angkat bicara agar ini kedepan menjadi perbaikan,” ungkap Bali Dalo ke awak media, Minggu (4/6/2023) di bilangan Batam Centre.

Sejumlah kejanggalan dimaksud, dimana dalam BA Sumpah disebutkan bahwa pengambilan sumpah terbuka Mediator Dewan Sengketa Indonesia (DSI), sehingga menurutnya pemahaman bahwa lafal sumpah diucapkan oleh Pimpinan DSI yang kemudian diikuti oleh mediator yang disumpah, namun di dalam BA Sumpah tertulis yang mengambil sumpah adalah Rohaniawan dan Berita Acara Sumpah ditandatangani oleh Rohaniawan sesuai dengan agama masing-masing peserta.

“Seharusnya yang mengambil sumpah adalah pimpinan DSI, bukan rohaniawan,” ungkap Bali Dalo.

Selanjutnya, di dalam BA Sumpah tertulis…. Saya penyuluh/Rohaniwan Agama, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau, namun pada kenyataannya menggunakan setempel atau cap kantor Kementerian Agama Kota Batam.

“Tertulis Kementerian Agama Provinsi Kepri, tapi stempelnya Kota Batam,” terang Bali Dalo.

Yang tak kala penting lagi, lanjutnya, bahwa rohaniwan bukan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batam sebagai pihak yang memiliki kewenangan atas penggunaan stempel tersebut.

Begitu juga pada posisi/bagian yang distempel tertulis YANG MENGAMBIL SUMPAH dan pada bagian tersebut ditandatangani oleh Rohaniwan, sedangkan pada saat acara sumpah, rohaniwan hanya pada posisi diam dan memegang Kitab Suci / Al Kitab. Jadi tidak dalam posisi atau kedudukan sebagai pihak YANG MENGAMBIL SUMPAH.

Masi kata Bali Dalo, pada posisi tandatangan rohaniwan, tidak ditulis atas nama Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batam, sehingga penggunaan Stempel/cap kantor Kementerian Agama Kota Batam TIDAK memiliki hubungan hukum antara orang yang mnandatangani Berita Acara Sumpah b dengan stempel/cap Kementerian Agama Kota Batam yang digunakan tersebut.

“Tidak semua Rohaniwan adalah Pegawai/Pejabat Departemen Agama Kota Batam, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan stempel/cap Kantor Kementerian Agama Kota Batam,” ungkapnya lagi.

Di dalam Berita Acara Sumpah pada garis datar satu tertulis “BAHWA SAYA AKAN MEMEGANG TEGUH DAN MENGAMALKAN PANCASILA DAN UUD TAHUN 1945 SEBAGAI DASAR NEGARA”. Artinya yang menjadi Dasar Negara adalah PANCASILA DAN UUD TAHUN 1945, namun sepengetahuan kita semua yang menjadi dasar Negara RI adalah Pancasila, sedangkan UUD Tahun 1945 bukan dasar Negara.

“Jadi jika benar, maka redaksi Berita Acara Sumpah tersebut di atas perlu direvisi,” sarannya.

Yang diduga melafalkan sumpah adalah Pimpinan Dewan Sengketa Indonesia (DSI) dan diikuti oleh yang disumpah, namun di dalam Berita Acara Sumpah Pimpinan Dewan Sengketa Indonesia (DSI) bertindak sebagai saksi, menurutnya DSI seharusnya sebagai pihak yang menandatangani BA Sumpah.

Dijelaskan, bahwa sertifikat Mediator dan Berita Acara Sumpah adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, namun dengan adanya Sertifikat Mediator dan Berita Acara Sumpah yang ditandatangani oleh pihak yang berbeda, maka menjadi hal yang terpisah dan tidak memiliki hubungan hukum, seakan-akan keluar dari tempat dan Lembaga yang berbeda.

“Sekedar memberikan pandangan guna menjadi perbaikan,” pungkasnya.

Data yang dihimpun tertanggal 12 Agustus 2022 lalu, ada 23 lembaga sertifikasi mediator nonhakim yang mendapat akreditasi Mahkamah Agung (MA). Lembaga selain itu yang menyelenggarakan sertifikasi mediator nonhakim tidak diakui. Lulusannya tidak bisa berpraktik mediator di pengadilan. Hal itu diungkapkan Asisten Ketua Kamar Pembinaan MA oleh Edy Wibowo dalam Rapat Koordinasi Mediator Hakim dan Nonhakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Dewan Sengketa Indonesia adalah sebuah perkumpulan yang memberikan layanan alternative penyelesain sengketa baik dengan menggunakan instrument kelembagaan Dewan Sengketa maupun penyelesaian sengketa dengan menggunakan kompetensi/keahlian individu masing – masing Mediator / Ajudikator / Konsiliator / Arbiter yang terdaftar di Dewan Sengketa Indonesia (DSI). (dbs/ays)

Pos terkait