Saksi Ahli, Prof Ismansyah: Daluarsa Tak Dikenal dalam Delik Harta Kekayaan

Saksi ahli dari Fakultas Hukum Unand, Prof Dr Ismansyah memberikan penjelasan ke awak media usai menjadi saksi ahli dalam kasus terdakwa Ahmad Mipon di Kejari Batam. ist
Saksi ahli dari Fakultas Hukum Unand, Prof Dr Ismansyah memberikan penjelasan ke awak media usai menjadi saksi ahli dalam kasus terdakwa Ahmad Mipon di Kejari Batam. ist

Detak News, BATAM – Guru besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof. Dr. Ismansyah SH, MH
menegaskan bahwa Dalursa tidak dikenal dalam delik hukum harta kekayaan (delic pomogen).

Demikian ditegaskan oleh Prof Ismansyah saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam saat menjadi
saksi ahli dalam kasus terdakwa Ahmad Mipon dalam sidang online di kantor Kejari Batam, Rabu (5/1/2021).

Bacaan Lainnya

Sehingga menurutnya, tersangka atau tergugat tidak bisa dilepaskan dari tanggungjawab hukum karena adanya alasan daluarsa. Karena
menurutnya tidak dikenal adanya daluarsa.

Dijelaskan, bahwa kehadirannya ingin menjelasan terkait dengan daluarsa, padahal dalam kasus tersebut ada kompetensi absoulut,
dimana ada pradilan yang diatur secara undang-undang di pengadilan tata usaha negara, otomatis daluarsa akan berhenti sampai inkrah
panwestik atau inkrah berlaku sampai putusnya sidang putusan absolut.

Apalagi menurutnya, jika waktu Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ada meminta keterangangan ahli terkait Pasal 266 dan Pasal 385 KHUP,
“Serasa saya terdakwa tidak bisa dilepaskan”.

Apalagi Pasal 385 KHUP, barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual,
menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak Rakyat dalam memaka tanah Pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu
rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit ditanah tempat orang menjalankan hak Rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang
lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu.

Sebagai contoh kasus tersebut, dimana masyarakat membeli pada tahun 2001, kemudian persoalan muncul pada tahun 2015. “Kalau pembeli
tau dari awal bahwa tanah atau bangunan yang dibeli bermasalah, tentu tidak mau,” ungkapnya.

“Sehingga daluarsa tidak bisa dilepaskan satu rumpun dari Pasal 78,79,80 dan 81 KUHAP, karena hak orang tidak bisa dilepaskan hanya
karena waktu,” ungkapnya lagi.

Ia memberikan ilustrasi, bahwa ia membeli tanah tahun 1980 di Batam, kemudian ia lama tak pulang ke Batam dan kemudian pada tahun
2022 ia datang ke Batam, namun ia terkejut karena tiba-tiba di atas tanahnya tersebut berdiri bangunan.

“Tentu saya terkejut, tapi apapun itu hak saya tidak bisa dilepaskan karena waktu atau alasan daluarsa, karena ini menyangkut harta
kekayaan,” pungkasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum korban, Ir Jimmy Theja SH, MBA, MH meminta agar diberikan keadilan sesuai dua alat bukti dan keyakinan
majelis hakim. Karena ia berkeyakinan barang bukti dan alat bukti sudah terpenuhi sebagaimana Pasal 184 KUHAP.

“Saksi korban sudah memberikan keterangan, ada kurang lebih 60 korban dengan kerugian pokok kurang lebih Rp3 miliar, namun sesuai
tuntutannya 6 kali maka tersangka harus membayar kurang lebih Rp18 miliar,” ungkapnya.

Namun menurutnya, tersangka Ahmad Mipon menolak bertanggungjawab, dan sampai saat ini terus mencari pembenaran sebagaimana jawaban
mereka terhadap surat somasi yang kami layangkan.

“Usaha mediasi sudah kami lakukan dengan mendatangi kantor tersangka di Baloi, tapi menolak bertanggungjawab dan menantang saya
membuat laporan ke Polda Kepri,” pungkasnya.

Masih ditempat yang sama, Hasan Basri mewakili korban menuntut ganti rugi karena mereka sudah direpotkan sekian lama, dengan
besaran ganti rugi sesuai yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) mereka.

“Kami sudah lama direpotkan, kami minta ganti rugi sesuai dengan yang disampaikan Penasehat Hukum kami,” jelasnya di depan kantor
Kejari Batam.

Disampaikan, bahwa pelaku sudah lama menikmati barang mereka, dan mereka dirugikan selama. Namun nyatanya mereka berkasus, sehingga
mereka dirugikan selama ini sampai-sampai harus menjual aset disana sini untuk membeli aset di lokasi tersebut.

“Kalau tau berkasus, tidak mungkin kami membeli barang itu (unit ruko, red),” ungkapnya.

Dimana kata Hasan, ia membeli unit ruko di tahun 2001 dengan harga Rp168 juta waktu itu, namun belum sempat ditempati kemudian
bermasalah dan bangunan tersebut ditempati oleh orang-orang lawan politik dari tersangka.

Dalam surat dakwaan JPU sebelumnya dijelaskan, bahwa kasus penipuan yang dilakukan oleh terdakwa Ahmad Mipon terjadi sekira tahun 2001

Dimana terdakwa Ahmad Mipon selaku Direktur PT Tiara Mantang melakukan penjualan kios dan ruko yang ada di lokasi Pasar Melayu Batuaji kepada para konsumen sesuai surat kuasa menjual dari LSM Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP).

Terdakwa Ahmad Mipon melakukan berbagai promosi untuk menarik minat konsumen dan akhirnya juga menjadi dugaan penipuan serta kebohongan. Dimana menurut terdakwa dilokasi pasar melayu tersebut akan dibangun Jalan Raya, Mall serta fasilitas air per kios (disebutkan dalam AJB), namun kenyataannya hingga saat ini tidak ada pembangunan fasilitas yang dimaksud. (r/dbs)

Pos terkait