SMSI Dukung Upaya Pemberantasan Perdagangan Manusia

Ketua SMSI Kepri, Rinaldi dan jajaran bersama aktivis kemanusian Save Migrant Kepri, Romo Pascal. foto ays
Ketua SMSI Kepri, Rinaldi dan jajaran bersama aktivis kemanusian Save Migrant Kepri, Romo Pascal. foto ays

Detak News, BATAM – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) atau yang dikenal sebagai organisasi para pemilik perusahaan pers, menyatakan dukungannya terkait upaya sejumlah pihak dalam memberantas aksi perdangan manusia (trafficking).

“SMSI siap mendukung pemberantasan perdangan manusia yang salahsatunya dilakukan oleh aktivis kemanusiaan di Batam, Romo Paschal. Dan sebagai organisasi yang menghimpun pemilik media, kami siap memberikan dukungan,” ujar Ketum SMSI, Firdaus, Senin (6/5/2024).

Bacaan Lainnya

Menurut Firdaus, perdagangan manusia adalah kejahatan kemanusiaan dan diperlukan cara-cara luar biasa untuk memberantas kejahatan ini.

Sehingga kata Firdaus, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, SMSI dengan 2.600 jaringan media online di seluruh Indonesia, siap memberikan dukungan dalam bentuk menyiarkan, menginformasikan serta mendesak pihak terkait untuk turut mendukung upaya dimaksud.

Sementara, Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus, seorang aktivis HAM di Batam yang familiar disapa Romo Paschal, menyambut baik dukungan yang diberikan oleh para owner media online di seluruh Indonesia yang tergabung dalam organisasi SMSI.

“Tentu ini adalah dukungan yang luar biasa. Memberantas kejahatan kemanusiaan bukan hal gampang, banyak kepentingan yang berada di pusaran ini. Sehingga peran serta pers, masyarakat serta pemerintah sangat diharapkan,” ujar Romo Paschal saat menerima kunjungan silaturahmi Ketua SMSI Kepri, Rinaldi Samjaya beserta jajaran, Senin (6/5/2024) di kawasan Sekupang, Batam.

Menurutnya perdangan manusia di Indonesia memang menjadi masalah serius dan kompleks. Di Batam saja katanya, lalu lintas perdagangan manusia sangat tinggi, 100 hingga 1.000 orang diberangkatkan setiap hari menggunakan paspor palsu ke Malaysia.

“Mafia-mafia telah lama terlibat dalam praktik perdagangan orang di Batam, mereka secara sistematis dan masif membawa orang melalui pintu-pintu keluar resmi pelabuhan dengan melibatkan oknum aparat hingga pejabat,” kata Romo Paschal.

Sehari 1.000 Migran

Satu kepala migran dihargai sekitar Rp300 ribu, dan dengan jumlah yang diberangkatkan mencapai 1.000 orang dalam sehari, pendapatan yang diperoleh dari praktik ini mencapai Rp300 juta per hari, yang kemudian didistribusikan kepada sejumlah oknum.

Perdagangan manusia dari Indonesia tidak hanya menuju Malaysia, tetapi juga ke negara-negara lain. Negara-negara lain yang sering menjadi tujuan perdagangan manusia dari Indonesia antara lain Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi.

Dari penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian, terungkap fakta-fakta yang menggambarkan skala dan metode perdagangan manusia yang digunakan. Misalnya, penggunaan paspor palsu untuk mempermudah proses perjalanan, keterlibatan mafia dan jaringan kejahatan terorganisir yang melibatkan oknum aparat dan pejabat, serta skema pembayaran yang menghasilkan pendapatan besar bagi para pelaku.

Selain itu, penangkapan juga mengungkapkan kondisi korban, seperti kondisi penahanan yang buruk, eksploitasi seksual, atau pekerjaan paksa.

Romo Paschal menceritakan pengalamannya di pelabuhan Batam. Setiap kali dia datang untuk kunjungan, satpam selalu ramah menyambutnya dengan ucapan “Salam Romo.” Namun, kejanggalan mulai terasa saat Pastor Paschal selalu diarahkan untuk langsung menuju kapal tanpa melewati pintu imigrasi.

Sebagai Kepala Komisi Keadilan dan Kedamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPMP) Keuskupan Pangkalpinang, Pastor Paschal menjadi curiga. Dia menyadari bahwa pengalaman ini mungkin disengaja untuk mengalihkan perhatiannya dari situasi sebenarnya di pelabuhan.

“Rupanya saya sengaja diarahkan keluar dari jalur biasa supaya tidak bisa melihat situasi dan dinamika pelabuhan.”

Keingintahuan Pastor Paschal semakin tumbuh ketika dia mencari cara untuk masuk ke dalam kapal yang terlihat berbeda. Dengan menyamar sebagai enam pekerja migran, mereka berhasil masuk ke dalam kapal dan menyaksikan pemandangan yang mengejutkan. Mereka menemukan bahwa calon migran dianiaya dan dipaksa untuk menyerahkan uang ringgit Malaysia, padahal mereka berada di pelabuhan resmi.

Romo Paschal menggarisbawahi ada beberapa trend perdagangan manusia mulai dari dalam negeri hingga luar negeri. Eksploitasi anak dan dewasa, pengantin pesanan dan lain lain seolah sudah menjadi hal yang biasa.

Bagi sebagian orang, agen penyalur TKI yang memiliki legalitas dianggap memiliki proses yang lebih rumit dari segi teknis maupun administrasinya. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para mafia perdagangan orang untuk membuka pintu dengan menawarkan kemudahan.

“Fenomena ini juga didukung dengan target sasaran korban yang rentan secara ekonomi sehingga mudah untuk ditipu,” pungkas Romo Paschal. (*)

Pos terkait