Selain Aibon, Ini Anggaran Pemprov DKI yang Janggal

Jakarta – Dalam beberapa hari terakhir rencana anggaran DKI tahun 2020 menjadi sorotan publik karena ada beberapa anggaran yang dianggap janggal atau aneh. Keanehan tersebut ditemukan pada Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di mana nantinya KUA-PPAS ini akan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun mendatang.

Anggaran-anggaran aneh yang muncul itu di antaranya biaya influencer Rp 5 miliar, jalur sepeda Rp 73 miliar, pengadaan lem aibon Rp 82,8 miliar, hingga anggaran ballpoint di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jaktim sebesar Rp 124 miliar.

Bacaan Lainnya

Selain anggaran-anggaran tersebut, ternyata masih ada anggaran lain yang masih juga ganjal. Melansir dari CNN Indonesia, Rabu (6/11/2019), berikut ini beberapa anggaran Pemprov DKI yang masih mengganjal dan perlu dikaji ulang.

Draf anggaran DKI untuk kegiatan CAP tercatat sebesar Rp 600 juta untuk satu Rukun Warga. Dalam anggaran ini rencananya akan ada sekitar 43 RW yang mendapat dana CAP.

CAP sendiri kerap jadi solusi yang ditawarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam hal penataan kampung kumuh di ibu kota.

Ketua Komisi D Ida Mahmudah menyebut CAP adalah konsep untuk merancang sebuah kebutuhan di sebuah RW di Jakarta. Namun biaya Rp600 per RW dianggap berlebihan.

“Kita memang minta itu supaya masuk akal, lah. Masa kajian untuk satu RW saja Rp 600 juta. Ini juga sudah naik, katanya tahun lalu Rp 400 juta,” kata Ida di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (5/11).

Setidaknya ada puluhan RW di Jakarta yang akan mendapat dana CAP. Dana itu belum termasuk dana implementasi kajian yang dianggarkan sebesar Rp10 miliar.

“Ini sudah tidak masuk akal sehat sih. Hasil kajian yang tahun lalu ada pembangunan di beberapa RW ada yang Rp 10 miliar dan Rp4 miliar. Tahun ini diusulkan 1 RW Rp 10 miliar. Lha, ya kayak apa sih pembangunan di satu RW bisa sampai Rp10 miliar,” tanya Ida.

Ditegaskan Ida bahwa Komisi D telah menahan anggaran-anggaran tersebut sampai Dinas Perumahan dan Permukiman bisa menjelaskan secara detail usulan anggaran tersebut.

“Untuk itu kita minta dievaluasi dan dipertimbangkan lagi,” ujar Ida.

Menjawab anggaran CAP, Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Barat Suharyanti menyebut pelaksanaan CAP di satu RW di Jakarta membutuhkan sekitar lima tenaga ahli.

Para tenaga ahli itu terdiri dari fasilitator dan surveyor. Tugas para ahli adalah membuka diskusi dan FGD di RW masing-masing.

“Nanti mereka akan mengkaji lingkungan budaya, ekonomi dan aspek fisiknya,” kata Suharyanti, kemarin.

Dalam anggaran CAP, diakui Suharyanti anggaran terbesar adalah biaya konsultan. Lima konsultan biasanya dibiayai sekitar Rp 500 juta dengan masing-masing tugas di dalamnya.

“Ada tim fasilitatornya, tim survei ada, daftar estimator ada, untuk pengadaan dokumen, laporan-laporannya. Ada fasilitator, draftor, estimator, tenaga, pendukungnya , lainnya,” ujar dia.

Revitalisasi Margasatwa Ragunan

Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mengusulkan anggaran Perencanaan Revitalisasi Margasatwa Ragunan sejumlah Rp55 miliar. Program ini banyak dipertanyakan saat rapat angggaran Komisi D dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

Anggota Komisi D DPRD DKI Yuke Yurike mempertanyakan anggaran sebesar Rp 55 miliar yang dialokasikan untuk perencanaan, dan bukan eksekusi.

“Kita kira awalnya ini sudah mau pembangunan, tapi ini masih perencanaan kenapa besar sekali sampai Rp55 miliar,” kata Yuke saat dihubungi.

Menurut Yuke anggaran untuk perencanaan mestinya tidak perlu menghabiskan uang dengan nilai fantastis. Beda halnya jika sudah memasuki tahap pembangunan yang membutuhkan anggaran lebih membangun infrastruktur.

“Jadi kami minta ini dievaluasi. Jangan sampai segini angkanya, ini baru perencanaan,” ungkap Yuke.

Yuke, merujuk penjelasan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Suzi Marsitawati kepada anggota dewan, berkata mulanya anggaran ini sekitar Rp75 miliar. Kemudian pada revisi anggaran dipangkas sebesar Rp 20 miliar sehingga angka Rp 55 miliar muncul dalam anggaran 2020.

Mendengar penjelasan itu, anggota dewan memutuskan memotong anggaran secara drastis. Ketua Komisi D DPRD DKI ida Mahmudah memutuskan anggaran dipotong menjadi Rp 4,4 miliar.

Kemudian Komisi D juga memutuskan perubahan nama dari Revitalisasi Taman Margasatwa menjadi Studi Perencanaan Bussines Plan Taman Margasatwa.

“Kita potong anggarannya dari Rp55 miliar menjadi Rp 4,4 miliar. Sepakat ya,” ujar Ida dalam sidang pada Jumat lalu.

Anggaran Pendampingan ITF

Komisi D DPRD DKI Jakarta juga memotong anggaran pendampingan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau Intermediate Treatment Facility (ITF).

Semula dana untuk pendampingan atau konsultan dianggarkan sebesar Rp 10 miliar untuk 3 tempat di Tahun Anggaran 2020. Namun usulan anggaran tersebut mendapat penolakan dari anggota DPRD DKI salah satunya, Yuke Yurike.

Ia mengatakan bahwa anggaran tersebut cenderung pemborosan. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DKI Jakarta, belum menentukan titik lokasi tersebut.

“Ini target belum jelas teknologi juga belum tahu apa yang dipakai, lokasi juga belum ada. Jadi anggarannya untuk apa,” kata Yuke di DPRD DKI Jakarta, Senin (4/11).

Menurut Yuke harusnya anggaran konsultan bisa dipukul rata dengan anggaran ITF yang sebelumnya berjalan. Pada anggaran sebelumnya biaya konsultan hanya Rp2 miliar untuk satu lokasi.

“Kan sudah ada penetapan tipping fee pada ITF sebelumnya. Kenapa harus ada di pendampingan kembali. Kita kan sudah tahu angkanya,” ujar dia.

Kepala UPT Bantargebang Asep Kuswanto pada pelaksanaan rapat menjelaskan bahwa di setiap titik lokasi memiliki teknologi yang berbeda. Karena itu, anggaran konsultan pun berbeda sehingga menembus Rp 10 miliar.

“Kami butuh tenaga ahli, sebelumnya kami dibantu oleh anggaran Jakpro untuk menganggarkan,” kata Asep.

Nantinya para ahli bertugas untuk menghitung jumlah tipping fee, kemudian mendampingi dalam melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga. “Jadi kami butuh tenaga ahli untuk melakukan review,” ungkap dia.

Asep menambahkan sejauh ini lokasi ITF yang sudah pasti masih di Cakung, Cilincing. Sementara dua lokasi lagi belum ditentukan karena sempat terkena efisiensi anggaran pengadaan.

Mendengar permohonan Andono, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakara Ida Mahmudah tetap memutuskan untuk memotong anggaran konsultan. Namun anggaran konsultan yang dipotong disesuaikan dengan anggaran pada tahun sebelumnya.

“Sudah, kita potong jadi Rp 6 Miliar mengikuti yang sebelumnya, karena kalau Rp 10 miliar kebanyakan itu,” tutup dia.

Draf anggaran DKI tahun 2020 bukan merupakan anggaran final. Anggaran yang dibahas hari ini masih akan dibawa dalam rapat badan anggaran besar dan ditandatangani di Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS). (mb/detik)

Pos terkait